SOKOGURU, Jakarta- Jumlah perajin nira terus meningkat, terutama di
daerah penghasil kelapa sawit, seperti Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara.
Hal itu menunjukkan nira sawit dapat menjadi sumber nilai ekonomi signifikan bagi pekebun, terutama di masa peremajaan kebun.
“Nira sawit dikenal memiliki rasa manis yang dihasilkan dari kandungan gula tinggi, dan dapat diolah menjadi gula merah berkualitas,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika dalam keterangan resmi Kemenperin, Senin (14/4)
Dalam masa replanting (peremajaan kebun), lanjutnya, batang kelapa sawit sering menjadi barang tersisa. Namun, terdapat peluang besar untuk memanfaatkan sisa barang tersebut sebagai nira.
“Untuk memastikan keberlangsungan usaha gula merah sawit pada skala industri kecil dan menengah (IKM), penting bagi petani untuk membangun sistem manajemen yang efisien,” imbuh Putu.
Baca juga: Diluncurkan, Malam Batik Berkelanjutan Berbasis Sawit Pengganti Lilin Minyak Bumi
Selain itu, lanjutnya, petani perlu membangun dan memperkuat sistem manajemen sumber daya manusia, produksi, dan pemasaran.
“Langkah tersebut akan membantu petani dalam mengelola usaha mereka secara lebih efektif. Asalkan didukung oleh pelatihan dan pendampingan dari pengrajin berpengalaman. Ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi,” tambahnya.
Guna meningkatkan efisiensi, pola kemitraan juga dapat diterapkan dengan membentuk kelembagaan yang menghubungkan petani dengan perajin gula merah sawit.
“Melalui kerja sama itu, para petani dapat menyediakan bahan baku dari pohon sawit yang mereka tanam sendiri,” ujar Putu.
Baca juga: Indonesia dan Malaysia Perkuat Kerja Sama Strategis dalam Industri Kelapa Sawit
Menurutnya, investasi untuk memproduksi gula merah dan nira pada skala satu hektare (ha) diperkirakan mencapai Rp25 juta, yang mencakup berbagai peralatan. Proses pengolahan nira ini dilakukan secara bertahap.
“Data menunjukkan rata-rata jumlah nira yang dihasilkan mencapai 6,8 liter per batang per hari. Rincian produksi mencakup 2,7 liter di pagi hari dan 4,5 liter di sore hari, dengan masa penderesan berlangsung antara 1,5 hingga 2 bulan,” sebut Putu.
Jika petani melakukan sendiri proses penderesan dan pengolahan nira, mereka dapat menghasilkan keuntungan bersih antara Rp18 juta hingga Rp 25 juta. Ini berdasarkan survei terhadap beberapa perajin nira.
“Inisiatif pengolahan nira dan pemanfaatan batang kelapa sawit itu diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dan nasional, hingga dapat meningkatkan kesejahteraan para pekebun,” pungkas Putu.
Baca juga: Kemenperin: Merambah ke Industri Kreatif, Nilai Tambah Sawit untuk Batik Terus Dipacu
Kemenperin terus meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri kelapa sawit di dalam negeri. Kebijakan hilirisasi itu telah diarahkan untuk menumbuhkan industri dalam lima jalur utama, yaitu produksi minyak goreng sawit, oleofood (lemak pangan), oleochemicals, fitonutrient, dan biomassa atau biomaterial.
Perjanjian kerja sama
Sebelumnya, dalam rangka meningkatkan hilirisasi produk turunan kelapa sawit, Kemenperin memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PalmCo/PTPN IV dengan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN).
Penandatanganan PKS ini dilaksanakan di Pabrik Kelapa Sawit Adolina Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Kamis (10/4) lalu.
“PKS tersebut merupakan dokumen operasional dari Nota Kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani sebelumnya oleh Kemenperin, PalmCo, dan KPGN,” kata Putu.
Penandatanganan PKS saat itu disaksikan oleh pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI sebagai bagian kegiatan Kunjungan Kerja Reses DPR RI ke wilayah Sumatera Utara. (SG-1)